Tasikmalaya,Newshunter307.com — Sengketa pemberhentian seorang perangkat desa di Kabupaten Ciamis kini memasuki babak akhir di meja hukum. Perkara tersebut tengah berproses di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, menyusul gugatan dari seorang perangkat Desa Sindanghayu, Kecamatan Banjarsari, yang diberhentikan secara tidak hormat oleh kepala desa.
Ahmad Fauzan, S.H., M.H., selaku kuasa hukum penggugat dari Kantor Hukum FTRA & ASSOCIATES, menegaskan bahwa pihaknya saat ini masih menunggu putusan majelis hakim. Ia meyakini bahwa keputusan kepala desa dalam memberhentikan kliennya sarat dengan pelanggaran prosedural dan cacat hukum.
“Semua sudah kami serahkan kepada Majelis Hakim PTUN Bandung. Kami percaya pengadilan memiliki independensi penuh untuk menilai apakah keputusan tersebut sah menurut hukum,” ujarnya kepada wartawan, Senin (17/6/2025).
Pemberhentian Tanpa Prosedur, SK Disebut Cacat Formil dan Materiil
Perkara ini bermula dari Surat Keputusan Kepala Desa Sindanghayu yang memberhentikan penggugat dari jabatannya sebagai Kasi Pelayanan. Namun, menurut Fauzan, pemberhentian dilakukan tanpa tahapan pembinaan atau pemberian sanksi administratif sebagaimana diatur dalam regulasi.
Tim kuasa hukum juga menyanggah alasan yang dipakai tergugat, yaitu dua somasi yang dilayangkan pada 2021 dan 2024.
Somasi 2021 terkait peristiwa tahun 2020, saat tergugat belum menjabat sebagai kepala desa. Bahkan, saksi dalam perkara tersebut mengaku tidak pernah merasa dirugikan.
Somasi 2024 menyangkut penggunaan sawah bengkok, namun dalam persidangan terungkap bahwa aktivitas tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antar perangkat desa dan dibuktikan dengan kwitansi resmi.
Fauzan menambahkan bahwa penggugat masih aktif bekerja hingga Desember 2024, menerima penghasilan tetap (Siltap), dan tercatat dalam absensi harian. Padahal SK pemberhentian tertanggal 10 Juli 2024 baru diserahkan pada 6 Desember 2024. Anehnya lagi, dalam petikan SK tersebut tertulis “pengangkatan” bukan “pemberhentian”, yang menurutnya menjadi bukti ketidaktertiban administrasi pihak tergugat.
Langgar Perbup dan UU Desa, Tanpa Persetujuan Bupati
Menurut Fauzan, pemberhentian secara tidak hormat itu melanggar Pasal 24 Peraturan Bupati Ciamis Nomor 74 Tahun 2023, yang mewajibkan proses pembinaan dan sanksi administratif sebelum keputusan pemberhentian dijatuhkan. Selain itu, tindakan kepala desa juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU Desa, yang menjamin perlindungan hukum bagi perangkat desa.
Tak hanya itu, Surat Kementerian Dalam Negeri Nomor 100.3.5.5/3318/BPD turut mempertegas bahwa pemberhentian perangkat desa tidak bisa dilakukan secara sepihak dan harus mendapat persetujuan dari bupati/wali kota.
Namun dalam kasus ini, Bupati Ciamis disebut menolak menerbitkan surat persetujuan pemberhentian berdasarkan Surat Nomor 141.3/Kpts.04/Ds./2024, lantaran kepala desa sudah lebih dulu menerbitkan SK tanpa menunggu mekanisme persetujuan sebagaimana mestinya.
“Ini membuktikan bahwa keputusan tergugat cacat prosedur. Kepala desa tidak boleh bertindak sepihak. Ada hukum yang harus ditaati. Ini negara hukum,” tegas Fauzan.
Kini, publik dan pihak terkait tinggal menunggu putusan PTUN Bandung untuk menentukan apakah pemberhentian ini akan dibatalkan atau tetap dinyatakan sah secara hukum.