GARUTNEWSHUNTER307.ID – Cerita Rumah seorang guru ngaji warga RW 03 RT 05, Desa Cibiuk kidul Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut, yang menempati rumah bilik panggung nyaris roboh tidak layak huni, Guru ngaji tersebut bernama Lukman atau yang akrab dipanggil Ustadz Lukman. Ia berprofesi di bidang keagamaan sebagai guru ngaji dengan puluhan murid dan berpenghasilan minim perlu uluran tangan dari semua pihak .
“Lukman mengatakan sudah puluhan tahun menempati Rumah panggung Tidak Layak Huni (Rutilahu) miliknya, itu belum pernah dibantu oleh pihak pemerintah baik daerah dan pusat. Atap rumahnya nyaris ambruk dan belum ditangani karena belum ada biaya untuk perbaikan rumah yang Ia tempatinya.
Ustadz Lukman telah bertahun-tahun menjadi pilar pendidikan agama bagi masyarakat sekitar. Namun, ironisnya, di balik peran pentingnya, ustadz Lukman bersama keluarganya hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, mereka tinggal di rumah panggung yang sangat sederhana. Dirumah yang Ia tinggali, tak jauh dari madrasah tempatnya mengajar dengan jumlah puluhan murid yang mengaji padanya terlihat sekitar puluhan murid baik laki -laki maupun perempuan menamba ilmu mengaji di madrasahnya.
Namun ketika melihat kondisi rumah Ustadz Lukman ,yang sudah tidak layak huni dan hampir seluruh bagian rumah Lukman bocor. Saat hujan turun, air mengalir dari celah-celah atap, membasahi rumah panggung dan memaksa keluarga Lukman berdempetan menghindari kucuran air hujan.
“Saat Hujan deras membuat kami dan keluarga tidak bisa tinggal di rumah sendiri, bahkan tidur pun tak nyaman,” tutur Lukman dengan nada sedih.
“Seperti pengabdian tanpa apresiasi, ustad Lukman yang dikenal sebagai guru ngaji yang tak kenal lelah membimbing anak-anak dan remaja di desa. Sosoknya yang dihormati dan dicintai, terutama oleh para muridnya mendapat uluran tangan dari pemerintah desa Cibiuk kidul dan warga masyarakat dengan swadaya membangun rumah Ustadz Lukman.
“Sekarang Berkat Pemerintahan Desa Cibiuk Kudul yang di pimpin Cepi Alhumaedi bersama ketua RW dan RT juga warga masyarakat Cibiuk kidul kini sedang berupaya bergotong – royong untuk
membangun rumah ustad Lukman, seorang guru ngaji dengan cara swadaya, mirip dengan praktek bedah rumah yang di inisiasi kepala desa Cibiuk Cepi alhumaedi , Hal ini dilakukan untuk memberikan dukungan dan apresiasi kepada guru ngaji yang berperan penting dalam pendidikan keagamaan dan pembentukan karakter anak-anak di desanya.
“Elaborasi swadaya masyarakat ala kepeminpinan
Pemdes Cibiuk kidul Cepi alhumaedi yang sengaja melibatkan masyarakat desa dalam pembangunan rumah guru ngaji, misalnya melalui sumbangan atau kerja bakti, dukungan kepada guru ngaji dalam pembangunan rumah ini bertujuan untuk memberikan tempat yang layak dan nyaman bagi guru ngaji untuk menjalankan tugasnya, serta sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi mereka.
Lajut di katakan Cepi karena Guru ngaji memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan dan membentuk karakter generasi muda yang berakhlak mulia, dirinya seringkali memimpin atau menginisiasi kegiatan swadaya seperti ini, sehingga menjadi model bagi masyarakat desa Cibiuk kidul untuk turut serta dalam pembangunan rumah ustad Lukman ini.
Sambung dikatan Kades Cibiuk Kidul Guru seperti ustadz Lukman seharusnya mendapatkan perhatian lebih. Beliau mengajarkan agama tanpa pamrih, tapi lihatlah bagaimana kondisi hidupnya. Kenapa daerah lain bisa mendapatkan rumah layak huni, tapi guru ngaji seperti beliau justru terabaikan?”, ujar Cepi , Senin (05/05/2025
“Dirinya berharap dengan, memberikan bantuan pembangunan secara swadaya sehinga bisa memberikan rumah layak huni untuk ustadz Lukman.dan perlu di ingat bahwa
Guru ngaji adalah tiang pendidikan agama. Mereka bukan hanya mendidik, tetapi juga membangun moral generasi muda. Sudah sepatutnya mereka hidup lebih layak,” pungkas ,” Cepi
“Cerita pembangunan rumah bagi ustadz Lukman adalah potret kecil dari realitas yang sering terlupakan, perjuangan para guru ngaji yang mengabdikan diri tanpa berharap lebih, namun kerap terabaikan dalam urusan kebutuhan dasar. Kini, harapan besar dipertaruhkan agar sang guru, bersama keluarganya dan murid-muridnya, bisa menikmati rumah yang kokoh, hangat, dan bebas dari tetesan hujan .
(IRWI)